
Dari Gadget hingga Kredit Macet: Mengapa Gen Z Susah Lepas dari Pinjol?
Sejak tahun 2019, pinjaman online atau fintech lending mengalami pertumbuhan yang signifikan di Indonesia, bahkan dalam periode lima tahun terjadi peningkatan sebesar 294.39% (Gunawan, 2024). OJK melaporkan bahwa pada periode Agustus 2023 sampai dengan Agustus 2024, peningkatan besaran dana pinjaman online sebesar 28% diiringi dengan kredit macet yang melonjak lebih dari 270%—dari 21,87 miliar rupiah menjadi 81,11 miliar rupiah (Otoritas Jasa Keuangan, 2024). Berdasarkan fenomena tersebut, ditemukan bahwa terdapat permasalahan krusial dalam pengelolaan risiko pinjaman yang erat kaitannya dengan literasi keuangan, gaya hidup, dan inklusi keuangan, khususnya pada generasi muda.
Aplikasi pinjaman online kini telah menjadi salah satu solusi finansial yang populer, terutama bagi generasi muda. Pada Juni 2023, laporan OJK menunjukan bahwa kelompok usia Generasi Z (19-24 tahun) dan Millennial (25-34) merupakan mayoritas pengguna pinjaman online dengan total pinjaman mencapai 26,87 triliun (Rahayu, 2023). Bahkan, kedua kelompok usia tersebut turut berkontribusi sebagai penyumbang terbesar dalam kredit macet. Terlebih, 60% dari Generasi Z cenderung mengajukan pinjaman online tidak dengan tujuan memenuhi kebutuhan mendesak, melainkan untuk memenuhi gaya hidup Rahayu, 2023). Hal ini tentunya memiliki perbedaan signifikan dengan tren pada tahun 2019 ketika Generasi Z menggunakan pinjaman online karena faktor ketidakstabilan ekonomi dan kebutuhan modal usaha (Sulistianingsih, Maivalinda, & Riski, 2021).
Generasi Z akhirnya menjadi kelompok yang paling rentan terjebak pinjaman online karena tiga faktor. Pertama, kemudahan akses dari pinjaman online sebagai terobosan inklusi keuangan. Kemudahan prosedur dan efisiensi proses pencairan dana menjadi alasan utama diminatinya pinjaman online dibandingkan pinjaman konvensional oleh Gen Z (Rahmadyanto & Ekawaty, 2023). Kedua, gaya hidup konsumtif akibat pengaruh sosial media. Fenomena FoMO (Fear of Missing Out) atau ketakutan akan ketinggalan tren meningkatkan perilaku pembelian impulsif di e-commerce dengan pay later maupun mengajukan pinjol untuk memenuhi gaya hidup, seperti pembelian tiket konser dengan pengajuan dana pinjol (Puspitasari & Chikmiyah, 2024; Naily, Buchdadi, & Iranto, 2024). Ketiga, kesenjangan literasi keuangan yang tidak beriringan dengan peningkatan inklusi keuangan. Pemasaran agresif dari aplikasi pinjaman online seringkali beriringan dengan kurangnya perencanaan keuangan dan manajemen anggaran yang baik sehingga berimplikasi pada impulsivitas pengajuan pinjaman dana online. Hal ini kebanyakan terjadi pada Gen Z dengan latar belakang pendidikan dan pendapatan rendah karena keterbatasan akses untuk memahami informasi terkait tingginya bunga dan penalti keterlambatan (Sulistianingsih, Maivalinda, & Riski, 2021).

Tanpa disadari, pinjol telah menyebabkan dua permasalahan utama, yakni terganggunya stabilitas keuangan dan kebocoran data pribadi. Pengguna pinjaman online yang terjebak dalam kondisi gagal bayar akan mengalami permasalahan keuangan dalam jangka panjang. Dalam konteks ini, pengguna akan kesulitan mengakses kredit dari fasilitas perbankan konvensional maupun non-konvensional kedepannya. Kebocoran pribadi juga menjadi aspek yang perlu diperhatikan kembali mengingat maraknya pinjaman ilegal yang menjebak penggunanya dalam praktik penagihan agresif dengan metode ancaman kebocoran data. Penyedia layanan pinjaman online saat ini marak meminta akses terhadap kontak, gambar, lokasi, dan privasi-privasi lain penggunanya (Wiyono & Nurmandi, 2023). Dalam konteks pinjol ilegal, hal ini dapat digunakan sebagai ancaman terhadap pengguna supaya segera melakukan pelunasan pinjaman.
Untuk mengatasi dan memitigasi permasalahan di atas, diperlukan langkah konkret dari berbagai pihak, baik pemerintah hingga individu Generasi Z. Pemerintah dalam hal ini didorong untuk menguatkan regulasi terhadap penyelenggara pinjaman online untuk mengurangi risiko kredit macet, melindungi konsumen dari kebocoran data pribadi, dan memberantas praktik pinjaman ilegal. Langkah pemerintah untuk menanggulangi isu ini dengan mengeluarkan regulasi baru patut diapresiasi. Melalui Surat Edaran OJK nomor 19/SEOJK.06/2023 tentang Penyelenggaraan Layanan Pendanaan Bersama Berbasis Teknologi Informasi beberapa langkah inisiasi dijalankan, diantaranya (Otoritas Jasa Keuangan, 2023):
Menetapkan repayment capacity sebesar maksimal 50% tahun 2023, 40% tahun 2024, dan 30% tahun 2025. Ini membantu pengguna pinjol untuk memiliki rasio utang terhadap pendapatan yang sehat.
Membatasi maksimal total pinjaman online yang dimiliki pengguna sebanyak 3 aplikasi. Ini membantu pengguna pinjaman online untuk menghindari pinjaman konsumtif yang berlebihan serta potensi gali lubang tutup lubang.
Menetapkan maksimal manfaat ekonomi (beban bunga) kepada pengguna pinjaman online sebesar 0.3% / hari di tahun 2024, 0.2% / hari di tahun 2025 dan 0.1% / hari di tahun 2026. Ketentuan ini memberikan kejelasan biaya pinjaman online kepada pengguna.
Menetapkan seluruh manfaat ekonomi dan denda keterlambatan yang dapat dikenakan kepada pengguna tidak melebihi 100% dari nilai pendanaan. Ini membantu praktek pinjaman online yang sehat serta menghindari predatory lending.
Tidak hanya regulasi, para pemangku kepentingan juga perlu mengurangi kesenjangan literasi keuangan dengan meluncurkan program literasi keuangan yang menargetkan Generasi Z, termasuk melalui kampanye pada platform digital dan lembaga pendidikan. Individu Generasi Z di lain sisi harus meningkatkan literasi keuangannya secara mandiri, termasuk memahami metode manajemen keuangan dan risiko pinjaman online. Selain itu, Generasi Z juga perlu mengendalikan gaya hidup konsumtifnya dengan menetapkan skala prioritas terhadap produk yang akan dikonsumsi untuk menghindari pembelian impulsif dengan dana pinjol.
Dalam rangka meningkatkan literasi keuangan bagi Generasi Z dan generasi muda lainnya, maka peran institusi pendidikan hingga perencana keuangan sangatlah penting. Institusi pendidikan seperti sekolah, kampus dan universitas diharapkan dapat menyertakan kelas perencanaan keuangan dalam materi pendidikan kepada para generasi muda dan mahasiswa. Langkah ini dapat didukung dan bekerja sama dengan para perencana keuangan yang memiliki keahlian dan pengalaman. Dengan literasi finansial yang kuat, diharapkan dapat menghindari Generasi Z dan generasi muda lainnya dari beban utang konsumtif yang berlebih serta mampu merencanakan finansial masa depan yang sehat.

Referensi
Gunawan, H. (2024, April 4). Pinjol makin merangsek. Datanesia. https://datanesia.id/pinjol-makin-merangsek/
Naily , M. F., Buchdadi, A. D., & Iranto, D. (2024). Pengaruh Inklusi Keuangan, dan Gaya Hidup Terhadap Penggunaan Fintech Pinjaman Online Pada Gen-Z di JABODETABEK. Neraca: Jurnal Ekonomi, Manajemen Dan Akuntansi, 3(2), 471–479 . Retrieved from https://jurnal.kolibi.org/index.php/neraca/article/view/3874
Otoritas Jasa Keuangan. (2023, November). Surat Edaran OJK tentang Penyelenggaraan Layanan Pendanaan Bersama Berbasis Teknologi Informasi. OJK. https://ojk.go.id/id/kanal/iknb/data-dan-statistik/fintech/Pages/Statistik-P2P-Len ding-Periode-Agustus-2024.aspx
Otoritas Jasa Keuangan. (2024, October 22). Statistik P2P lending periode agustus 2024. OJK. https://ojk.go.id/id/kanal/iknb/data-dan-statistik/fintech/Pages/Statistik-P2P-Len ding-Periode-Agustus-2024.aspx
Puspitasari, D., & Chikmiyah, J. (2024). Pengaruh Persepsi Kemudahan Penggunaan Dan Fomo Terhadap Pembelian Impulsif Pada Gen Z Pengguna Shopee Pay Later. Journal of Comprehensive Science (JCS), 3(1), 139–143. Retrieved from https://jcs.greenpublisher.id/index.php/jcs/article/view/595
Rahayu, A. (2023, November 1). Gen Z dan Milenial Menjadi Mayoritas Pengguna Pinjaman Online Pada Tahun 2023. GoodStats Data. https://data.goodstats.id/statistic/gen-z-dan-milenial-menjadi-mayoritas-penggun a-pinjaman-online-pada-tahun-2023-OyeSM
Rahmadyanto, B., & Ekawaty, M. (2023). Tren Pinjaman Online Dalam Milenial: Telaah Kontributor Internal dan Eksternal. Journal of Development Economic and Social Studies, 2(2), 249–258. https://doi.org/10.21776/jdess.2023.02.2.02
Sulistianingsih, H., Maivalinda, M., & Riski, T. R. R. R. (2021). Dampak Literasi Digital dan Faktor Demografi Terhadap Perilaku Keuangan Pinjaman Online Dd Masa Pandemi COVID-19. JAZ:Jurnal Akuntansi Unihaz, 4(2), 259. https://doi.org/10.32663/jaz.v4i2.2450
Wiyono, & Nurmandi, A. (2023). Public finance policy on online loans in indonesia. Indonesian Treasury Review Jurnal Perbendaharaan Keuangan Negara Dan Kebijakan Publik, 8(4), 291–306. https://doi.org/10.33105/itrev.v8i4.649